Selasa, November 15, 2011

Kisah Ibu Sejati

Ibu Sejati Dahulu kala, di zaman kerajaan Harun Ar-Rasyid, tersebutlah dua orang ibu yang berseteru. Mereka sama-sama mengakui ibu dari anak yang baru dilahirkan. Keduanya tidak ada yang mau mengalah. Masing-masing berdebat keras hingga tidak pernah tuntas. Alhasil, masalah menjadi rumit dan berlarut-larut. Akhirnya, dibawalah permasalahan mereka itu ke pengadilan kerajaan. Hakim kerajaan berusaha keras menyelesaikan masalah tersebut. Sang hakim memberi kesempatan kedua ibu itu untuk menjelaskan masalah mereka. Tetapi, keduanya tidak ada yang mengalah. Masalah pun menjadi rumit. Sang hakim merasa tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Ia pun menyerahkan urusan itu kepada Baginda Raja Harun Ar-Rasyid. Baginda raja pun turun tangan. Ia berusaha menyelesaikan masalah tersebut dengan bijak. Ia pun memakai taktik rayuan. “Hai ibu-ibu, berterus-teranglah, siapa sebenarnya ibu yang sah dari bayi itu?” seru sang raja. Kedua ibu itu pun menjawab sama. “Saya Baginda,” jawab keduanya serempak. Mendengar jawaban yang sama, sang raja pun pusing. Baginda Raja merasa bingung dan putus asa. Abu Nawas lalu dipanggil untuk menyelesaikan kasus tersebut. Ia pun menggantikan posisi hakim. Sejenak Abu Nawas berfikir. Ia lalu menolah ke kanan dan ke kiri mencari algojo yang ternyata tidak hadir disitu. “Melihat sikap Ibu-Ibu yang tidak mau mengalah, maka sebaiknya sidang kita lanjutkan besok saja. Ibu-ibu saya berikan kesempatan berfikir sehari,” terang Abu Nawas. Sidang pun ditunda. Keesokan harinya, sidang di pengadilan dilanjutkan. Abu Nawas kembali bertanya kepada kedua ibu itu tentang siapa sebenarnya ibu yang sah dari bayi itu. jawaban dari kedua ibu pun masih sama. Lalu, Abu Nawas memanggil Algojo dengan pedang di tangannya. Semua orang yang hadir di persidangan kaget dan tegang, apalagi kedua ibu itu. kedua ibu itu pun terperangah. “Apa yang akan kau lakukan terhadap bayi itu?” tanya kedua Ibu serempak, cemas. Abu Nawas berusaha menjawab dengan tenang. “Sebelum saya mengambil tindakan tegas, apakah diantara kalian ada yang mau mengalah?” “Tidak, bayi itu anakku” jawab kedua ibu. “Baiklah kalau begitu, jika kalian tidak ada yang mengalah, maka saya akan membelah bayi ini menjadi dua bagian!” kata Abu Nawas, tegas. Melihat sikap demikian, perempuan pertama girang bukan kepalang. Adapun perempuan kedua seketika langsung menjerit-jerit histeris. “Tolong-Tolong, Jangan bunuh anak saya. Sudahlah, Saya rela anak saya dibawa ibu itu!” Jawab ibu yang kedua. Abu Nawas pun tersenyum puas. Ia sudah mengerti siapa ibu yang sebenarnya. Ia langsung saja menyerahkan bayi itu kepada perempuan kedua itu. Ia meyakini bahwa tidak ada ibu yang tega melihat anaknya menderita, apalagi menyaksikan anaknya disembelih. Nah, Pada saat yang sama, Abu Nawas pun memerintahkan agar perempuan pertama dihukum sesuai perbuatanya. semua orang yang hadir di persidangan itu merasa lega, termasuk baginda Raja yang menyaksikan sejak awal. Sebagai bentuk penghargaan, Baginda ingin mengangkat Abu Nawas menjadi penasehat kerajaan. Namun, Abu Nawas menolaknya dengan halus. Abu Nawas lebih memilih menjadi rakyat biasa.. Kisah ini mengajarkan bahwa setiap ibu sejati memiliki sifat kasih sayang yang sangat besar kepada anaknya. Seorang ibu tidak akan rela melihat anaknya menderita. Bahkan, ibu rela menderita, asalkan anaknya bahagia. Oleh karena itu, mari kita berbakti kepada ibu yang telah rela menanggung derita demi kita, anaknya tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar